Warga Urus Tanah Dibentak, Wartawan Diusir, Oknum Staff BPKAD Diduga Arogan, Tidak Paham UU Pers Bikin Malu Walikota Palembang 

Beritapali.com |Palembang – Dugaan praktik mafia tanah yang melibatkan institusi pemerintah mencuat dalam sengketa lahan di Kelurahan Talang Betutu, Kecamatan Sukarame, Kota Palembang.

Pasangan Kenedi Irawan dan Rusmaladewi, pemilik lahan warisan keluarga, mengaku telah puluhan tahun menguasai dan merawat lahan tersebut dengan dokumen sah.

Namun saat berupaya mensertifikatkan lahan mereka menjadi Sertifikat Hak Milik (SHM), permohonan selalu terhambat oleh klaim sepihak dari Pemerintah Kota Palembang melalui BPKAD. Ironisnya, pihak Pemkot belum pernah menunjukkan satu pun bukti otentik kepemilikan atas lahan yang mereka klaim tersebut.

“Kalau memang sah milik Pemkot, tunjukkan buktinya,! Jangan cuma klaim kosong,” tegas Kenedi kepada wartawan, Kamis (24/7/2025), saat mendatangi Kantor BPKAD Palembang.

Dalam kunjungan tersebut, Kenedi dan istrinya didampingi wartawan untuk menjamin transparansi. Namun bukannya dilayani secara terbuka, mereka malah menghadapi perlakuan yang dinilai intimidatif dan tidak profesional.

Seorang pria yang diduga Kabid Aset BPKAD memerintahkan staff mengawal ketat pertemuan dan melarang wartawan mengambil dokumentasi, meskipun dokumentasi diminta langsung oleh warga sebagai bukti keterbukaan. Penolakan dilakukan tanpa dasar hukum yang jelas.

Situasi memanas saat staff BPKAD membentak Kenedi hanya karena nada bicaranya dianggap tinggi. Wartawan yang berupaya mengklarifikasi prosedur pelaporan malah mendapat intimidasi verbal dan diusir secara sepihak dari area kantor.

“Kami datang secara baik-baik, membawa dokumen, ditemani media. Tapi malah dihardik, wartawan disuruh diam, bahkan diusir,!” ungkap Rusmaladewi.

Seluruh kejadian terekam secara diam-diam oleh Rusmaladewi sebagai bukti atas tindakan penghalangan terhadap tugas jurnalistik dan potensi pelanggaran hukum.

Indikasi Pelanggaran Hukum: UU Pers dan KIP.

Tindakan pembatasan peliputan dan intimidasi terhadap wartawan di ruang publik milik pemerintah merupakan pelanggaran serius terhadap:

Baca Juga:  Omzet Menurun Hingga 90%, Dampak Pemagaran Seng Di Pasar 16 Ilir, Ratusan Pedagang Terancam Gulung Tikar

UU No.40 Tahun 1999 tentang Pers,

– Pasal 4 Ayat (3): Pers berhak memperoleh dan menyebarluaskan informasi.

– Pasal 18 Ayat (1): Penghalangan kerja pers dapat dipidana 2 tahun atau denda Rp500 juta.

– UU No.14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik

Menjamin hak publik atas informasi menyangkut kepentingan masyarakat luas.

Fakta bahwa pertemuan publik yang berkaitan dengan hak warga tidak boleh didokumentasikan oleh media, mencerminkan lemahnya komitmen transparansi dan akuntabilitas institusi pemerintah.

Pemkot Palembang Harus Jawab, Bukan Membungkam.

Kasus ini memunculkan kecurigaan serius:

Apakah klaim Pemkot atas tanah tersebut berdasar hukum, atau hanya akal-akalan oknum birokrasi yang mencoba mengambil alih lahan warga secara ilegal,?

Media dan warga menilai ada pola sistematis dalam praktik ini. Jika benar ada keterlibatan oknum, maka nama negara telah disalahgunakan demi kepentingan pribadi.

Pihak Kenedi dan Rusmaladewi tengah mempertimbangkan upaya hukum terhadap Pemkot Palembang. Awak media yang diintimidasi juga sedang menyiapkan pelaporan ke Dewan Pers dan Komisi Informasi sebagai bentuk perlawanan terhadap pembungkaman pers dan penindasan terhadap warga.

Masyarakat berhak tahu siapa pemilik sah lahan tersebut. Kasus ini bukan hanya soal tanah, ini soal integritas birokrasi, kebebasan pers, dan keadilan bagi rakyat kecil.

“Jika wartawan bisa diusir dari ruang publik, lalu siapa lagi yang akan menjaga suara rakyat?”

 

(Cha/Rilis Adi)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *