Ketua Satgasus Garda Prabowo DKD Sumsel Minta KPK Periksa Ulang Zulkifli Hasan

Beritapali.com |Jakarta – Garda Prabowo DKD Sumsel melalui Ketua Satgasus Feriyandi SHDM meminta KPK untuk memeriksa kembali Zulkifli Hasan atas dugaan alih fungsi lahan.

“Kami Garda Prabowo Sumsel dibawah pimpinan H Bana Djuni meminta KPK untuk memanggil Zulkifli Hasan yang diduga terlibat dalam alih fungsi lahan,” katanya Senin (28/04/2025).

Menurut Feri, tidak ada yang kebal dimata hukum, oleh sebab itu dirinya meminta agar permasalahan tersebut dituntaskan.

Dimana, dilansir dari tempo, Ketua Umum Partai Amanah Nasional Zulkifli Hasan tidak menghadiri panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Kamis, 16 Januari 2020.

Mantan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tersebut bakal diperiksa dalam kasus dugaan suap pengajuan revisi alih fungsi hutan menjadi lahan sawit di Riau pada 2014 lalu yang sebelumnya kasus itu menjerat mantan Gubernur Riau, Annas Maamun.

Zulkifli tidak hadir dengan alasan tidak tahu ada surat panggilan dari komisi antirasuah tersebut.

“Saya belum tahu bahwa ada surat, makanya saya menghadiri acara di Jambi temu kader PAN dan sekaligus memberikan pengarahan kepada para kader,” kata Ketua Umum DPP Partai Amanah Nasional (PAN) ini, usai menghadiri acara temu kader PAN di Jambi, Kamis, 16 Januari 2020.

KPK berencana memeriksa Zulkifli Hasan sebagai saksi untuk tersangka PT Palma. Namun, pada April 2019, KPK telah mengumumkan tiga tersangka pemberian hadiah atau janji pengajuan revisi alih fungsi hutan di Provinsi Riau kepada Kementerian Kehutanan pada 2014.

Ketiga tersangka itu adalah PT Palma Legal Manager, PT Duta Palma Group, Suheri Terta dan Surya Darmadi.

KPK menyangka ketiga pihak itu menyuap Annas Rp.3 Miliar untuk mengubah lokasi perkebunan milik PT Duta Palma menjadi bukan kawasan hutan.

Baca Juga:  PAC PP SU.II Palembang Hadiri Sosialisasi Permendagri No.57 Tahun 2017 Tentang Pendaftaran dan Pengelolaan SIORMAS Tahun 2023

Dengan begitu, produk perusahaan sawit tersebut mendapat predikat Indonesian Suistanable Palm Oil yang bisa diimpor ke luar negeri.

Nama Zulkifli Hasan sudah disebut-sebut sejak awal kasus alih fungsi hutan tersebut bergulir. Terpidana kasus itu, Annas Maamun, beberapa kali menyebut namanya sejak pemeriksaan di Komisi Pemberantasan Korupsi pada 2014 lalu.

Annas mengatakan, pernah bertemu Zulkifli di rumah mantan Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) itu di Jakarta.

Annas mengaku menitipkan permohonan alih status hutan Riau kepada Zulkifli. Di lain kesempatan, Annas juga mengatakan bahwa Zulkifli adalah pejabat yang menyetujui revisi izin alih fungsi hutan Riau pada 2014.

Dalam persidangan Annas yang digelar April 2015, Zulkifli dihadirkan sebagai saksi. Saat itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) mencecarnya dengan berbagai pertanyaan mengenai terbitnya Surat Keputusan (SK) Menteri Kehutanan Nomor 673 tahun 2014 tentang tata ruang di Provinsi Riau.

Zulkifli Hasan mengaku menandatangani SK tersebut berdasarkan usulan dari Pemerintah Daerah Proivinsi Riau yang diajukan pada tahun 2009, 2010, 2011, dan 2012.

Alasannya, penerbitan SK lantaran sudah 20 Tahun lebih tata ruang Provinsi Riau tidak kunjung selesai.

Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bandung menjatuhkan vonis kepada Annas hukuman 6 Tahun penjara dan denda Rp.200 Juta subsider 2 Bulan kurungan.

Majelis hakim menyatakan, Annas terbukti menerima suap dari pengusaha Gulat Medali Emas Manurung dan Edison Marudut.

Gulat dan Edison meminta area kebun sawit di Kabupaten Kuantan Sengingi seluas 1.188 Hektare, Bagan Sinembah di Kabupaten Rokan Hilir seluas 1.124 Hektare, serta Duri Kabupaten Bengkalis seluas 120 Hektare masuk ke dalam surat revisi usulan perubahan luas bukan kawasan hutan di Provinsi Riau.

Baca Juga:  HD-CU Melakukan Pengukuhkan Tim Kampanye Kabupaten (TKK) PALI 2024.

Selain itu, Annas terbukti menerima hadiah uang sebesar Rp.500 Juta dari Gulat agar memenangkan PT Citra Hokiana Triutama milik Edison dalam pelaksana proyek pada Dinas Pekerjaan Umum (PU) Provinsi Riau.

Namun, dakwaan ketiga yang mendakwa Annas telah menerima uang Rp.3 Miliar untuk melicinkan lokasi perkebunan di empat perusahaan di Kabupaten Indragiri Hulu dianggap tidak terbukti. Hukuman Annas diperberat menjadi 7 Tahun penjara di tingkat kasasi.

Di tengah proses penyidikan pengembangan kasus itu, Jokowi mengeluarkan Keputusan Presiden nomor 23/G Tahun 2019 Tentang pemberian grasi tanggal 25 Oktober 2019. Kepres itulah yang mendasari pemberian grasi untuk Annas dan Annas akan bebas pada 3 Oktober 2020.

 

(Cha/Rilis)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *