Beritapali.com |Palembang – Kasus dugaan korupsi Biaya Pengganti Pengelolaan Darah (BPPD) Palang Merah Indonesia (PMI) Kota Palembang yang menjerat Fitrianti Agustinda selaku mantan Wakil Walikota mendapat sorotan publik.
Melalui pernyataan resmi yang disampaikan oleh Achmad Taufan dari ATS & Partners Law Firm bahwa, pihaknya menyatakan keberatan dan meminta perlindungan hukum kepada Jaksa Agung Muda Pengawasan Kejaksaan Agung RI.
Menurut Taufan, proses penanganan perkara dinilai janggal dan tidak sesuai dengan kewenangan hukum yang berlaku.
Kasus BPPD PMI Kota Palembang dinilai telah melewati batas yurisdiksi kejaksaan, terutama karena BPPD bukan merupakan dana hibah ataupun dana negara, melainkan bersumber dari swakelola internal PMI.
Selaku tim kuasa hukum dari ATS & Partners Law Firm menyampaikan keberatan serta permohonan perlindungan hukum, pengawasan, dan evaluasi kepada Jaksa Agung Muda Pengawasan Kejaksaan Agung Republik Indonesia.
“Untuk mengklarifikasi kedudukan dan tanggung jawab dalam pengelolaan keuangan PMI, kami telah mengadakan pertemuan dengan Ketua Umum PMI Bapak Jusuf Kalla, ujarnya Sabtu (26/04/2025).
Dalam pertemuan tersebut, Jusuf Kalla menegaskan bahwa ada empat hal yang di sampaikan yaitu:
1. Bahwa Unit Donor Darah (UDD) PMI merupakan entitas yang dikelola secara swakelola. Bersumber dari pengelolaan internal PMI sesuai dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga(AD/ART) PMI.
2, Bahwa biaya BPPD bukan merupakan dana Negara melainkan dana mandiri yang dipungut berdasarkan mekanisme Organisasi PMI dan tidak tunduk pada regulasi keuangan negara.
3. Bahwa PMI sebagai organisasi memiliki kewenangan penuh dalam mengelola dan melakukan audit internal terhadap UDD. Jika terdapat dugaan penyimpangan, PMI yang berhak menentukan langkah-langkah lebih lanjut sebelum melibatkan institusi penegak hukum.
4. Kejaksaan hanya berwenang melakukan pemeriksaan terhadap penggunaan dana hibah yang merupakan dana negara, bukan terhadap pengelolaan dana mandiri PMI yang bersifat swakelola.
Berdasarkan fakta-fakta yang ada Taufan menilai terdapat ketidaksesuaian dalam penanganan perkara tersebut, antara lain:
1. Pemanggilan yang dilakukan tanpa transparansi, dengan pemberitaan di media sosial sebelum surat panggilan resmi diterima oleh Ibu Fitrianti Agustinda.
2. Perlakuan tidak profesional dari penyidik yang menimbulkan pelanggaran terhadap kode etik dan asas praduga tidak bersalah.
3. Perubahan objek perkara dari dugaan penyimpangan dana hibah menjadi dugaan penyimpangan BPPD, yang seharusnya menjadi kewenangan internal PMI.
“Kami meminta agar proses hukum ini dihentikan dan dikembalikan kepada internal PMI untuk audit dan evaluasi lebih lanjut,” imbuhnya.
Lanjut kata Taufan pihaknya juga mendesak Kejaksaan Agung untuk melakukan pengawasan terhadap penyidik yang menangani kasus tersebut agar tidak terjadi penyalahgunaan kewenangan dan pencemaran nama baik terhadap kliennya (Fitrianti Agustinda).
Mengingat sudah adaS ertifikasi CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik) untuk UTD (Unit Transfusi Darah) PMI Palembang adalah sertifikat yang membuktikan bahwa UTD PMI Palembang telah memenuhi standar CPOB dalam pembuatan obat dan bahan obat.
Sertifikat ini menunjukkan bahwa UTD PMI Kota Palembang telah menerapkan praktik-praktik yang baik dalam pembuatan obat-obatan, seperti prosedur produksi yang terstruktur, kontrol kualitas yang ketat, dan sistem dokumentasi yang baik. PMI Kota Palembang merupakan satu-satunya UTD di Sumatera Selatan yang telah mendapatkan sertifikat CPOB Elaborasi.
Sertifikat CPOB tersebut merupakan bukti resmi bahwa sebuah industri farmasi atau sarana telah memenuhi persyaratan CPOB dalam pembuatan obat dan/atau bahan obat.
Selain itu Taufan juga menjelaskan, kliennya tetap tegar dan siap hadapi proses hukum walaupun banyak sekali kejanggalan dalam perkara ini.
Sudah jelas-jelas terlihat, pemeriksaan sebagai saksi kenapa langsung dinaikan statusnya dan langsung ditahan, padahal kerugian negara tidak bisa dijelaskan oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Palembang.
Untuk itu lanjut Taufan, pihaknya memohon dukungan kepada seluruh masyarakat Kota Palembang agar bisa melihat perkara tersebut dengan hati nurani mengingat Ibu Fitrianti Agustinda adalah mantan Wakil Walikota yang sudah banyak berbuat untuk Kota Palembang.
Masih kata Taufan, dirinya sudah mendaftarkan secara resmi permohonan Praperadilan tentang keberatan atas tindakan penegak hukum terhadap kedua kliennya dan berharap majelis hakim yang ditunjuk pada perkara tersebut harus profesional, tegak lurus terhadap sumpah jabatan dan memberi putusan yang seadil-adilnya sesuai fakta persidangan.
“Semua kami sampaikan sebagai bentuk komitmen kami terhadap prinsip keadilan dan supremasi hukum. Kami berharap agar semua pihak menghormati asas praduga tak bersalah dan menjalankan proses hukum secara profesional dan transparan,” pungkasnya.
(Cha/Armin)