‎Warga Abab Geram: Dugaan Pencemaran Lingkungan oleh PT GBS. Regulasi Dilanggar, Sanksi Menanti

‎Pali, Beritapali.com — Sumsel – Gelombang keresahan masyarakat Kecamatan Abab, Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI), semakin memuncak. Warga menuding keberadaan perusahaan perkebunan sawit PT Golden Blossom Sumatra (GBS) telah mencemari lingkungan melalui pengelolaan limbah yang dinilai tidak sesuai standar.

‎Sejak pabrik sawit PT GBS berdiri, cerita soal pencemaran limbah cair tak pernah surut. Sorotan tajam kembali muncul setelah Tim investigasi LSM menemukan kejanggalan serius pada kolam penampungan limbah perusahaan tersebut.

‎Menurut Wiwin Indra, warga Abab sekaligus Tim Investigasi LSM Elemen Masyarakat Abab Bersatu (EMAB), perusahaan baru membangun kolam penampungan limbah dua tahun terakhir. Itu pun, katanya, dibangun asal-asalan dan tidak sesuai standar teknis pengelolaan limbah berbahaya.

‎“Kolam itu hanya kerukan tanah, tanpa dinding pengaman dari cor beton, plat besi, atau plastik terpal. Artinya, air limbah bisa meresap lewat pori-pori tanah dan menyebar ke mata air. Ini jelas berbahaya bagi ekosistem dan kehidupan masyarakat,” tegas Wiwin.

‎Ia bahkan menilai praktik ini sebagai bentuk kelalaian serius yang berdampak langsung pada pencemaran lingkungan. Jika dibiarkan, masyarakat tidak akan tinggal diam. Wiwin menegaskan pihaknya bersama warga siap menggelar aksi unjuk rasa di Kantor Pemkab PALI bila pemerintah tak segera menindaklanjuti.

‎Dugaan pencemaran lingkungan oleh PT GBS tidak bisa dianggap sepele. Regulasi di Indonesia terkait pengelolaan limbah industri sudah diatur ketat dalam berbagai peraturan. Abby Nofriyansyah, SH, Divisi Hukum Ormas GEMARLAB, menegaskan jika terbukti melanggar, perusahaan bisa dijerat dengan sanksi berat.

‎Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup disebutkan, siapa pun yang dengan sengaja melakukan perbuatan hingga melampaui baku mutu lingkungan hidup dapat dipidana penjara hingga 10 tahun dan denda maksimal Rp10 miliar. Jika pencemaran terjadi karena kelalaian, pelaku tetap bisa dipenjara hingga 3 tahun dengan denda maksimal Rp3 miliar. Aturan ini diperkuat oleh Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengendalian Pencemaran Air serta Peraturan Menteri LHK Nomor 68 Tahun 2016 tentang Baku Mutu Air Limbah. Semua mewajibkan setiap kegiatan usaha memenuhi baku mutu sebelum limbah dibuang ke lingkungan.

Baca Juga:  Subdit IV Ditreskrimsus Polda Sumsel Berhasil Meringkus Dua Tersangka Pengoplos BBM Ilegal

‎“Kalau benar kolam limbah hanya kerukan tanah tanpa lapisan kedap, ini jelas melanggar prinsip kehati-hatian dalam UU PPLH. Pemerintah punya kewenangan memberi sanksi administrasi, bahkan hingga pencabutan izin,” tegas Abby.

‎Sementara itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten PALI melalui Vinny Valentine Alfian, ST, Fungsional Pengawas Lingkungan Hidup, memberikan penjelasan resmi. Pada saat diwawancarai di kantornya, Jumat (3/10/2025), Vinny menegaskan bahwa pihaknya sudah melakukan pengawasan langsung ke lokasi PT GBS.

‎Menurutnya, DLH memiliki dua pola pengawasan, yaitu reguler (rutin tanpa pengaduan) dan insidensial (berdasarkan laporan masyarakat). Untuk PT GBS, pengawasan yang dilakukan kemarin merupakan bagian dari agenda rutin.

‎“Kami sudah ambil sampel dan cek instalasi kolam. Soal jumlah kolam sesuai dengan dokumen mereka. Tapi persoalan tritmen atau pengolahan hanya bisa dibuktikan lewat hasil laboratorium. Kalau hasil uji nanti melampaui baku mutu, maka sanksi tegas bisa dijatuhkan,” jelas Vinny.

‎Ia menambahkan, sanksi bagi pelanggar lingkungan hidup bersifat berjenjang, mulai dari teguran tertulis, paksaan pemerintah, pembekuan izin, hingga pencabutan izin usaha. “Kalau terbukti melanggar, tidak ada kompromi. Regulasi sudah jelas, dan sanksi pun tegas,” tegasnya.

‎Pada saat di lapangan pada Kamis 2 Oktober. Pihak perusahaan melalui Hermawan, File Manager PT GBS, membantah tudingan warga. Ia mengklaim kolam penampungan limbah sudah sesuai standar teknis. “Sebelum dialirkan ke kolam, limbah sudah diolah dengan menambahkan bakteri anaerobik. Setelah dianggap aman, barulah limbah dialirkan ke kolam penampungan berikutnya hingga ke outlet,” ujarnya.

‎Namun, pernyataan ini langsung dimentahkan oleh Wiwin Indra. Menurutnya, meski secara teori bakteri anaerobik bisa menguraikan kandungan organik dalam limbah cair pabrik sawit, efektivitasnya sangat terbatas. Kapasitas bakteri itu tidak mampu menguraikan seluruh kandungan organik, apalagi jika kondisi lingkungan seperti suhu atau pH tidak sesuai. Selain itu, proses anaerobik juga menghasilkan gas metana dan hidrogen sulfida yang bisa berbahaya.

Baca Juga:  Bea Cukai Wilayah Sumbagtim Menggelar Acara Pemusnahan Bersama Barang Hasil Penindakan Tahun 2024.

‎“Jangan asal klaim. Pengolahan dengan bakteri anaerobik harus dipadukan dengan teknologi lain. Kalau hanya mengandalkan itu, pencemaran tetap akan terjadi,” kritik Wiwin.

‎Jika dugaan pencemaran ini benar, dampaknya bukan hanya pada air permukaan dan tanah, tapi juga pada kehidupan sosial-ekonomi masyarakat Abab. Dari sisi kesehatan, limbah cair pabrik sawit bisa memicu penyakit kulit, gangguan pernapasan, hingga diare jika mencemari air konsumsi warga. Dari sisi ekonomi, masyarakat yang bergantung pada pertanian dan perikanan jelas akan dirugikan. Ekosistem sungai dan mata air pun bisa rusak, mengancam kelestarian biota air dan sumber daya alam.

‎Situasi inilah yang membuat warga semakin geram. Mereka menilai pemerintah tidak boleh tutup mata terhadap dugaan pencemaran yang nyata-nyata bisa merusak masa depan generasi. Fungsi pemerintah bukan hanya regulator, melainkan juga pengawas sekaligus penegak hukum. Jika laporan masyarakat dibiarkan tanpa tindakan, kepercayaan publik pada pemerintah akan runtuh. Sebaliknya, langkah tegas terhadap perusahaan nakal akan menunjukkan keberpihakan pemerintah pada rakyat.

‎Wiwin Indra menegaskan kembali, jika pemerintah tidak kunjung bertindak, maka masyarakat akan turun ke jalan. “Kami akan gelar aksi besar-besaran di kantor Pemkab PALI. Jangan sampai ada kesan pemerintah lebih berpihak pada korporasi ketimbang rakyatnya sendiri,” ujarnya.

‎Kasus PT GBS hanyalah satu contoh dari banyaknya dugaan pencemaran lingkungan akibat lemahnya pengawasan di sektor perkebunan. Fakta menunjukkan, tidak sedikit perusahaan sawit di Indonesia lolos dari jerat hukum meski terbukti melanggar. Hal ini terjadi karena penegakan hukum yang lemah serta adanya praktik kompromi antara pengusaha dan oknum pejabat.

‎Masyarakat Abab kini menunggu bukti nyata, bukan sekadar janji. Apakah Pemkab PALI berani menindak tegas atau justru membiarkan lingkungan dan rakyatnya terus menjadi korban? Pertanyaan itu kini menggantung, dan jawabannya akan ditentukan dari langkah pemerintah ke depan.

Baca Juga:  Polantas Polres Pali melaksanakan sosialisasi keselamatan berlalu lintas kepada santri Pondok Pesantren Latansa Mustika.

‎(Rahasmin/Tim).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *