Palembang , Beritapali.com _ Berdasarkan catatan Komunitas Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (K MAKI) pemberian kredit kepada PT Coffindo diduga sarat pelanggaran prinsip kehati-hatian.
Selain itu, ada lima direksi yang terlibat dalam pengucuran dana sebesar Rp50 miliar. Inisialnya adalah A, M, RE, S, dan AN.
Meski diduga terlibat, manajemen BSB tetap melaksanakan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPS LB) dan menetapkan empat jajaran direksi/komisaris. Yakni, Riera Echorynalda (Direktur Kepatuhan dan Manajemen Risiko), Suroso (Direktur Operasional), Edward Chandra (Komisaris Utama) dan Fery Afriyanto (Komisaris Non-Independen).
Pengamat Hukum Ekonomi Perbankan Universitas Sriwijaya (Unsir) Hj Marlina Widiyanti, SE, SH, MM, MH, PhD, mengatakan, dalam menempatkan seseorang untuk menjadi pengelola perbankan harus melalui seleksi ketat.
Dia mengatakan, seorang direksi/komisaris yang dicalonkan harus
melakukan test kelayakan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang diusulkan Tim Uji Kepatutan Kelayakan (UKK) BSB.
“Kebetulan saya bagian dari itu (Tim UKK), namun saya tidak dilibatkan dalam seleksi calon tersebut,” katanya.
Menurut Marlina, jika calon jajaran pengelola perbankan masih tersandung persoalan hukum, harusnya dipending (ditunda) terlebih dulu.
“Artinya kalau memang si calon tidak ada unsur kesengajaan atau dia tidak terlibat langsung, tidak apa-apa, sebagai warga negara mempunyai hak dan kewajiban untuk dipromosikan. Namun, jika terdapat kemungkinan terkait Non Performing Loan (NPL) atau pinjaman bermasalah, harusnya dipending,” katanya.
Pasalnya, masih banyak calon yang lebih berkompeten, bersih dan profesional. Selain itu, sudah banyak modal yang dikucurkan Pemerintah Provinsi (Pemrov) Sumsel dan BSB yang tengah menuju Perseroda (Perusahaan Perseroan Daerah), otomatis harus mencari sosok profesional.
“Jangan ada titipan. Jika itu terjadi maka Pemda maupun Pemprov Sumsel bunuh diri, menyerahkan banyak aset untuk orang yang hanya sekadar memberikan keuntungan bagi mereka atau dengan istilah asal bapak suka (ABS),” ucapnya.
Marlina mengajak semua pihak sama-sama membenahi negara ini. Ia meyakini bahwa sang Khaliq selalu memberikan kemudahan bagi orang dengan niat baik, disertai dengan banyak hikmah.
“Jika diniatkan peruntukan bagi kesejahteraan rakyat maka diberikan kelimpahan keberkahan,” imbuhnya.
Perlu diingat, BSB milik masyarakat Sumatera Selatan dan Bangka Belitung, dan kesejahteraan harus dikembalikan bagi masyarakat.
“Mengapa pinjaman itu harus diberikan bagi orang luar? selain masyarakat Sumsel-Babel, harusnya dipertanyakan, dijustifikasi kepada aparat penegak hukum seperti Kejaksaan, Kepolisian, KPK, OJK hingga DPRD Sumsel,” ungkapnya.
“Mengapa orang selain Sumsel-Babel meminjam pada BSB?. Memang Bank Sumsel Babel mengharapkan keuntungan dari pinjaman tersebut, tapi apakah masyarakat di Sumsel-Babel tidak ada yang membutuhkan pinjaman seperti itu untuk bergulirnya usaha, sehingga dapat berbagi keuntungan, mengapa di tempat yang jauh,” tanya Marlina.
Apalagi, untuk mengajukan pinjaman ke perbankan bukan persoalan mudah. Terlebih pinjaman PT Coffindo sangat besar.
“Utangnya di angka besar Rp50 miliar dan jaminannya belum diketahui apakah satu hektare tanah betulan atau tanda surat kosong yang dianggap bodong, bisa saja kan,”jelasnya.
Karena itu dia meminta persoalan tersebut harus diselesaikan dulu oleh calon yang diajukan menjadi salahsatu direktur atau direksi.
“Diclear kan lah kasus ini. Jika telah dipailitkan Mahkamah Agung, harusnya di pengadilan kepailitan tidak semudah itu mempailitkan tanpa data yang valid. Karena harus menjalani berkali-kali sidang baru dipailitkan, karena tuntutan orang atau bank yang memberikan utang begitu besar agar utang tersebut dikembalikan,” tegasnya.
“Jadi yang bersangkutan (direksi yang terlibat pengucuran kredit PT Coffindo) harus diperiksa dulu dengan seksama, apa niatnya, maunya dan yang sudah terjadi. Kalau tidak serta merta dalam hal wanprestasi (kelalaian debitur dalam memenuhi perjanjian) bisa dipertimbangkan, untuk melanjutkan uji kelayakan,” katanya. (Cha/rilis)